Manjanya Manusia Jakarta (Indonesia)?

>> Monday, August 15, 2011

Beberapa waktu yang lalu terjadi sebuah diskusi di groups jejaring sosial Facebook soal tarif transportasi Jakarta. Dalam diskusi tersebut muncul sebuah argumentasi dengan sebuah tulisan di blog yang berjudul "Keadilan Suatu Relatifitas". Sebuah pembahasan yang sebenarnya menarik sekaligus rancu. Kenapa? Karena jika semua hal dengan relatifitas maka semua akan 'mentok' ke dalam sebuah wacana "tergantung" pada apa, siapa, menurut apa bahkan untuk siapa wacana tersebut digulirkan.

Relatifitas terkadang digunakan sebagai sebuah senjata ampuh dalam 'memerangi' ketidaksamaan pendapat. Akan tetapi jika kata relatif tersebut diminggirkan ke sebuah pemikiran yang dipenuhi oleh logika - bahkan mungkin sebuah logika matematika, kata relatif mungkin tidak akan mudah dijadikan alat pengganjal maksud dan tujuan yang lebih baik, tapi kembali maksud dan tujuan yang lebih baik menurut siapa dan untuk siapa?

Jakarta sebagai sebuah kota sebenarnya dapat dianalogikan dengan seseorang yang berpenyakit kritis dan Jakarta memang punya kecenderungan untuk kembali mengulangi kesalahannya di masa lalu, sesuai dengan sebuah kalimat yang mungkin akrab didengar, 'sejarah selalu berulang'. Pada zaman kolonial pusat pemerintahan Belanda pernah dipindah ke Selatan (Weltevreden) dari tempat yang saat ini dikenal sebagai Kota Tua Jakarta. Hal ini disebabkan oleh menurunnya kualitas lingkungan yang terjadi di tempat tersebut kala itu, bahkan sempat dijuluki dengan ‘Het graf van de Hollander’.

Isu pemindahan ibu kota sebenarnya bukan merupakan hal baru bagi Jakarta, isu ini pernah diutarakan oleh Soekarno yang ingin memindahkan Jakarta ke Palangkaraya, bahkan Belanda sendiri mempunyai mimpi memindahkannya ke Bandung. Tapi apakah memindahkan ibu kota merupakan solusi yang paling tepat, selama perencanaan kota kita tidak memiliki sebuah cetak biru yang jelas dan baik.

Jakarta sebenarnya memiliki moda transportasi cukup lengkap dan beragam, bahkan sejarah mencatat banyak moda transportasi 'pernah' ada di Jakarta. Dari sistem transportasi canggih sampai dengan yang masih menggunakan tenaga manusia ada di Jakarta. Tarif transportasi di Jakarta tergolong sangat murah dibandingkan dengan tarif transportasi di negara tetangga seperti Singapura atau Malaysia. Di Singapura misalnya jarak terjauh atau lebih dari 40 KM dengan menggunakan bus (BRT) dikenakan tarif S$ 2.60 tiket sekali jalan dan S$ 2.54 tiket terusan atau berlangganan. Bandingkan dengan tarif flat milik bus Trans Jakarta yang hanya Rp. 3.500, warga Jakarta sangat dimanjakan oleh pemerintah. Bahkan ketika warga Jakarta menuntut perbaikan kualitas terhadap pelayanan bus Trans Jakarta, isu yang mengemuka adalah berapa pun tarifnya harus murah dan pro rakyat. Kembali pertanyaannya murah dan pro rakyat itu menurut siapa, relatif bukan?

Secara detail dapat dibayangkan harga BBM baik jenis solar dan premium adalah Rp. 4.500 dibandingkan dengan harga tiket bus Trans Jakarta hanya Rp. 3.500. Apalagi jika melihat ke moda lain seperti Metromini dan Kopaja yang hanya Rp. 2.000 jauh dekat, maka rata-rata tarif transportasi di kota Jakarta sangat murah. Ketika banyak masyarakat yang protes terhadap kenaikan harga BBM tho nyatanya masyarakat masih mampu membelinya bahkan indikasi ini dibuktikan dengan makin banyaknya kendaraan yang beredar di jalan baik roda dua maupun roda empat. Layakkah manusia Jakarta (Indonesia) dimanja?

0 comments:

Blog Archive

Followers

About This Blog

KUMKUM

About This Blog

  © Blogger templates Romantico by Ourblogtemplates.com 2008

Back to TOP